Showing posts with label Penyejuk Hati. Show all posts
Showing posts with label Penyejuk Hati. Show all posts

Friday, 25 March 2016

Ternyata Si Malin Kundang ini bukan Anak Durhaka

Tulisan berikut saya dapatkan disini http://chirpstory.com/li/244380 dan menarik sekali tulisan dari @damnoise ini walaupun saya tidak tahu betul dengan orangnya,, silahkan disimak.
  • Yg fitnah² Malin Kundang durhaka, akan gue ceritakan sedikit biograpi Malin Kundang dalam kitab Kalera Tagang.
  • Malin Kundang itu hidup di abad ke 16, sepak terjangnya di kamuflase Jean pieter zon coen, bertujuan untuk mematahkan dominasi pribumi.
  • Malin Kundang, anak lelaki yg terlahir yatim, ayahnya meninggal sewaktu Malin Kundang masi dalam kandungan.
  • Diberi nama Malin oleh ibunya Mande Rubyah. Nama Kundang ikut diselipkan kerna Malin sewaktu kecil dibawa kemanapun ibunya berjalan.
  • Malin tumbuh selayaknya anak lelaki, namun sepertinya Malin diberi anugrah oleh Allah, dimana di usia 3th, Malin mampu Mbaca AlQuran.
  • Diusia yg ke 4 tahun, malin jadi juri adzan di Masjid, banyak orang kampung yg heran, anak sekecil itu sudah fasih mbaca Alquran & bhs Arab.
  • Orang kampung sangat menyayangi Malin, diusia sekecil itu berkelahi dengan waktu dipaksa pecahkan karang, lemas jarinya terkepal.
  • Omaap, tadi lirik Iwan Fals, maxudnya Malin yg sekecil itu disayangi orang sekampung.
  • Malin sangat mencintai ibunya, sehabis dari Masjid, Malin Kecil menolong ibunya membersihkan rumah. Dan pekerjaan rumah lainnya.
  • Waktu pun berlalu, beranjak ke usia 7 tahun, Malin mengutarakan niatnya untuk merantau kepada ibunya.
  • Tentu saja Mande Rubyah tidak mengijinkan anak sekecil itu pergi merantau, tapi ada daya, keinginan Malin untuk pergi merantau sangat kuat.
  • Dengan berembuk dengan datuak² dikampuang, maka dgn berat hati diijinkanlah Malin merantau, dgn ikut kapal Datuak Rajo Ameh.
  • Malin pun dilepas tangis sang ibunya, beserta kepedihan hati orang sekampung yg melepas Malin. 
  • Setelah bertangis²an Malin pun naik kekapal
  • Ini kapal lo, kapal, ingat ya, Malin merantau naik kapal laut, bukan perahu, ini bentuknya. 
  • Dengan kapal itulah malin berangkat merantau, setelah itu kapal pun bergerak pelan menuju laut lepas, dan tujuannya ke Eropa.
  • Pada bagian lain sudah gue ceritakan sepak terjang Malin di eropa, yg gue ceritakan ini fokus cinta Malin kepada ibundanya.
  • Setelah 13 tahun berpetualang di Eropa, Malin amat termasyur, disegani raja² eropa, bahkan Raja Charles IX ingin menjodohkan Malin.
  • Malin yg low profile menolak dgn halus niat Raja Charles IX yg ingin menjodohkan Malin dgn adik perempuannya.
  • Malin pun mempersiapkan bekal untuk pulang kampung, Carlo Bonaparte, ayahnya napoleon, menawarkan pengawalan kepada Malin.
  • Carlo Bonaparte memberikan 13 kapal untuk jadi vojshipder, total ada 38 kapal yg mengawal iring²an kapal Malin yg menuju padang.
  • Ternyata desas desus Malin hendak pulang kampung, sudah sampai dikampungnya, berdebar kencang jantung mande rubyah, mengingat anaknya tsb.
  • Mata mande Rubyah hanya tertuju kepada lautan lepas, berharap anaknya lekas sampai dikampung halaman.
  • Sabtu ceria nan penuh gembira---
  • Pagi itu pantai aia manih ndak dapat akal ramenya, kapal² besar nampak dari tengah lautan agak kevinggir.
  • Malin pulang, malin pulang, begitu teriak orang kampung, dgn berkaca² dan akhirnya menangis mande rubyah terus menatap ke lautan lepas.
  • Beberapa sekoci mulai bergerak merapatkan diri ke pantai, lalu turun beberapa orang dari sekoci, dan diantaranya adalah Malin.
  • Tak kuasa menahan rindu dari kejauhan Malin berlari menuju ibunya, setelah dekat Malin pun memeluk dan bersujud di kaki ibunya.
  • Singkat cerita, Malin pun menetap beberapa bulan dikampungnya, awalnya Malin dan anak buahnya memperbaiki Masjid dikampung.
  • Lalu Malin melakukan program bedah rumah para warga yg ndak layak huni, dan program beasiswa ke cambridge bagi siswa yg berprestasi.
  • Singkatnya, setelah Malin sukses dengan program² andalannya yg tanpa kartu itu, Malin meneruskan niatnya untuk mbuka perusahaan cargo.
  • Yak, PT Aia Manih Expres (AMEX) adalah perusahaan cargo pertama di dunia, dan AMEX lah yg nantinya memasarkan Rendang ke seluruh dunia.
  • Di depan kantor Aia Manih Ekpres, dibikinlah patung semacam orang yg tengah bersujud dikaki ibunya. Nantinya patung inilah yg dikira kutukan
  • Mande Rubyah adalah ketua dewan pembina PT Aia Manih Expres, Selanjutnya Sangkuriang juga bekerja disini magang sebagai tukang cek barang.
  • Tugu yg dibangun Malin tadi akhirnya kerna pengikisan pantai mulai rusak, belanda menggunakan sisa tugu ini untuk menebar isu.
  • Belanda menggunakan taktik tebar isu ini untuk menyetop eksistensi pribumi. Belanda bilang dahulu ada anak yg dikutuk ibunya jadi batu
  • Tujuan belanda cuma satu, supaya tiada anak² pribumi yg mengikuti seoak terjang Malin Kundang.
  • Itulah kiranya, saya luruskan kisah Malin, yg di pantai aia manih itu tugu penghormatan Malin terhadap ibunya, bukan batu kutukan.
  • Sahabat karib Malin Kundang itu cuma 2 orang, Raja Charles IX dan Carlo Bonaparte (ayahnya Napoleon Bonaparte)
  • Sedangkan Sangkuriang adalah anak didik kesayangan Malin Kundang, yg akhirnya diangkat oleh Malin jadi Raja Tanah Pasundan.
  • Semasa mande Rubyah hidup Malin Kundang mbawa ibunya naik haji sebanyak 36x.
  • Sekian dulu twit gue tentang sejarah Malin Kundang.
  • Selama oksigen masi menghantar aliran darah dari jantung ke otak, maka cintailah ibumu.
  • Tak perlu hari ibu untuk bilang kau mencintai ibu mu, kerna ibu mu tidak pernah sabar menunggu hari² kemunculan mu di dunia.
Satu pesan yang dapat saya ambil dari tulisan/tweet tersebut yaitu "Tak perlu hari ibu untuk bilang kau mencintai ibu mu, kerna ibu mu tidak pernah sabar menunggu hari² kemunculan mu di dunia"
Semoga bermanfaat

Wednesday, 17 February 2016

Penyakit LGBT dan Pengobatan

Dari Segi Religi, Spiritualitas dan Psikiatri, Ilmu tanpa agama adalah sesuatu yang membutakan, akan tetapi agama tanpa ilmu bisa lumpuh dan keduanya (ilmu dan agama) tidak bisa dipisahkan. Defenisi kesehatan terdiri dari aspek kesehatan fisik, mental, spiritual dan sosial. Aspek-aspek tersebut juga tidak dapat kita pisahkan.

Sehubungan dengan LGB dan T yang marak dijadikan pemberitaan saat ini, berdasarkan penelitian dan pembahasan Bapak Dr. Fidiansyah Ketua Keswami (Kesehatan Jiwa Islami) juga sebagai Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan RI mengatakan LGB dan T adalah gangguan. Gangguan psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan perkembangan dan orientasi seksual adalah F66x1 homoseksualitas, F66x2 biseksual.

LGB merupakan singkatan dari "lesbian, gay, biseksual" dan T merupakan "transgender"

Bagaimana LGBT dalam pandangan Islam ?
LGBT dalam pandangan Islam, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah dalam Al-Quran dan Sunah, homosek merupakan perbuatan hina dan pelanggaran berat yang merusak harkat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia. Pada masa Nabi Luth kaum homosek langsung mendapat siksa dibalik buminya dan dihujani batu panas dari langit. Selain zina dan pemerkosaan, pelanggaran seksual menurut Islam termasuk LGBT, incest (persetubuhan sesama muhrim) dan menjimak binatang.

Didalam Al Quran, Allah Ta’ala mengabadikan bagaimana dahsyatnya laknat dan azab langsung dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada pelaku homoseksual ini di jaman nabiyullah Luth AS. Pelanggaran seksual berupa homoseks umat Nabi Luth bisa dilihat dalam Al-Quran: Surat An-Naml ayat 54-55, Ash-Syu’araa’ ayat 165 – 166 dan Huud ayat 77-82.

Dalam Surat An-Naml ayat 54-55, Allah SWT berfirman:
Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan hina itu dan kalian memamerkannya?”(54)
Mengapa kamu mendatangi laki-laki dengan nafsu(mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kalian adalah kaum yang bodoh(55). Dalam surah Ash-Syu’araa’ ayat 165 – 166 Allah SWT berfirman:
Mengapa kamu mendatangi (menyukai) jenis lelaki di antara manusia (165), dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas(166)”. 
Dalam surah Huud ayat 81-82, bagaimana dahsyatnya azab dari Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
“Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?”(81).Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi (82).
Solusi dan Pengobatan gangguan penyakit LGBT 

Menurut Dr. Fidiansyah, LGBT bisa disembuhkan dengan pendekatan 4 aspek yaitu biologi, psikologi, kognitif, dan modifikasi perilaku sosial lingkungan. Dirinya juga menggaris bawahi bahwa selama ini, konseling LGBT banyak yang tidak melakukannya pada psikolog atau psikiater. Ditekankan oleh Dr. Fidiansyah, sebaiknya seseorang yang menderita penyakit LGB dan T sudah seharusnya berkonsultasi ke psikiatri yang tepat dan benar.

Adapun Pendekatan 4 Aspek tersebut adalah:
Aspek Biologi
Jika ada gangguan pada aspek biologi diberikan obat
Aspek Psikologi
Jika ada gangguan pada aspek psikologi diubah gangguan perilaku tersebut
Aspek Kognitif
Kalau ada cara berpikir yang keliru kita ubah kognitifnya
Aspek Perilaku Sosial
Jika ada perilaku sosial yang menyimpang kita ubah perilaku dari sosial lingkungannya dan kalau ada pemahaman mereka yang keliru dari segi konsep kita kembalikan kepada agamanya

Semoga bermanfaat

Saturday, 6 February 2016

Cinta Sejati Di Hari Valentine???

Saudaraku! Bila anda amati perilaku mereka pada hari ini, niscaya anda temukan banyak keanehan. Mitos "cinta" yang diekspresikan dengan sekuntum bunga dan sepotong coklat. Kaum hawa jadi lupa daratan bila telah mendapat sekuntum bunga mawar dan akhirnya pasrah bila telah mendapatkan sepotong coklat. Padahal anda tahu, berapalah harga sekuntum bunga dan sepotong coklat? Harga diri dan kesucian diri diserahkan begitu saja hanya karena bunga atau sepotong coklat yang dibubuhi dengan janji- janji gombal.
By Dr. Muhammad Arifin Baderi, Lc., M.A  6 February 2014

Sesaat lagi kawula muda di berbagai belahan dunia akan dibuat gaduh dengan isu “hari cinta”.  Banyak dari pemuda dan pemudi muslim yang turut hanyut dalam perayaan hari cinta ini.

Saudaraku! Bila anda amati perilaku mereka pada hari ini, niscaya anda temukan banyak keanehan. Mitos “cinta” yang diekspresikan dengan sekuntum bunga dan sepotong coklat. Kaum hawa jadi lupa daratan bila telah mendapat sekuntum bunga mawar dan akhirnya pasrah bila telah mendapatkan sepotong coklat. Padahal anda tahu, berapalah harga sekuntum bunga dan sepotong coklat? Harga diri dan kesucian diri diserahkan begitu saja hanya karena bunga atau sepotong coklat yang dibubuhi dengan janji- janji gombal.

Anda tidak percaya, silahkan buktikan dengan anda menuntut untuk segera menikah pada malam itu juga. Anda pasti tahu bahwa tidak ada obat cinta paling manjur selain pernikahan.

لم ير للمتحابين مثل التزويج

Tidak ada penawar yg lebih manjur bagi dua insan yg saling mencintai dibanding pernikahan“. (HR. Ibnu Majah, Al Hakim, Al Bazzar, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Ash Shahihah, 2/196-198)

Atau pintalah pemuda yang konon pangeran anda untuk membayangkan wajah anda yang telah keriput atau mungkin cacat karena suatu kecelakaan atau penyakit. Mungkinkah dia kuasa melakukannya?

Atau sebaliknya coba anda membayangkan wajah pemuda pujaan hati anda yang telah ompong atau cacat karena suatu kecelakaan atau penyakit. Masihkah cinta anda seperti sedia kala? Atau mungkinkah anda masih siap untuk meneruskan hubungan cinta dengannya?

Atau mungkin bayangkan lelaki lain yang lebih tampan dan lebih berduit yang datang melamar anda, akankah anda masih mencintainya, padahal dia telah jatuh miskin, berpakaian seperti gembel, dan hidup dipinggir kali?

Renungkan baik baik saudara-saudariku, janganlah engkau korbankan kehormatan dirimu hanya demi janji-janji gombal dan isu-isu menyesatkan. Bila anda cinta kepadanya karena penampilannya, maka tidak lama lagi akan luntur bersama pudarnya penampilan. Bila cinta karena harta kekayaan maka akan dengan mudah dibeli oleh orang lain dengan penawaran yang lebih mahal. Bila cinta karena jabatan, maka tidak lama lagi akan luntur bersama habisnya masa jabatannya.

Cinta sejati tidak kenal penampilan atau jabatan atau harta kekayaan. Hanya ada satu alasan cinta abadi yang suci, yaitu karena iman dan akhlak yang mulia.

تُنْكَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ

Biasanya wanita dinikahi karena satu dari empat alasan berikut: hartanya, kedudukan sosialnya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah wanita yang beragama bagus, niscaya engkau beruntung” (Muttafaqun ‘Alaih)

Cinta abadi tidak kenal hari, bulan atau tempat. Namun cinta abadi yang dilandasi oleh iman akan abadi hingga hari akhir nanti.

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

Orang yang saling mencintai pada hari itu( hari qiyamat) akan saling memusuhi kecuali orang-orang yg cintanya karena alasan takwa” (QS. Az Zukhruf: 67)


Disadur dari: Artikel www.Muslim.Or.Id

Rintihan Seorang Ibu

Untuk anakku yang ku sayangi di bumi Allah ta’ala

Segala puji ku panjatkan ke hadirat Allah ta’ala, yang telah memudahkan ibu untuk beribadah kepada-Nya.
Sholawat serta salam, ibu sampaikan kepada Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam-, keluarga, dan para sahabatnya.

Wahai anakku …

Surat ini datang dari ibumu, yang selalu dirundung sengsara. Setelah berpikir panjang, ibu mencoba untuk menulis dan menggoreskan pena, sekalipun keraguan dan rasa malu menyelimuti diri ini. Setiap kali menulis, setiap itu pula gores tulisan ini terhalangi oleh tangis. Dan setiap kali menitikkan air mata, setiap itu pula, hati ini terluka.

Wahai anakku …
Sepanjang masa yang telah engkau lewati, kulihat engkau telah menjadi laki-laki dewasa, laki-laki yang cerdas dan bijak. Karenanya engkau pantas membaca tulisan ini, sekalipun nantinya engkau akan remas kertas ini, lalu engkau robek-robek, sebagaimana sebelumnya engkau telah remas hati ibu, dan telah engkau robek pula perasaannya.

Wahai anakku …

25 tahun telah berlalu, dan tahun-tahun itu merupakan tahun kebahagiaan dalam kehidupanku.
Suatu ketika dokter datang menyampaikan tentang kehamilanku, dan semua ibu sangat mengerti arti kalimat tersebut. Bercampur rasa gembira dan bahagia dalam diri ini, sebagaimana ia adalah awal mula dari perubahan fisik dan emosi ibu.
Semenjak kabar gembira tersebut, aku membawamu sembilan bulan. Tidur, berdiri, makan, dan bernafas dalam kesulitan. Akan tetapi, itu semua tidak mengurangi cinta dan kasih sayangku kepadamu, bahkan ia tumbuh bersama berjalannya waktu.
Aku mengandungmu wahai anakku, pada kondisi lemah di atas lemah. Bersamaan dengan itu, aku begitu gembira tatkala merasakan dan melihat terjalan kakimu, atau balikan badanmu di perutku.
Aku merasa puas, setiap aku menimbang diriku, karena bila semakin hari semakin berat perutku, berarti dengan begitu engkau sehat wal afiat di dalam rahimku.

Anakku … 
Penderitaan yang berkepanjangan menderaku, sampailah tiba pada malam itu, yang aku tidak bisa tidur sekejap pun, aku merasakan sakit yang tidak tertahankan, dan merasakan takut yang tidak bisa dilukiskan.
Sakit itu berlanjut, sehingga membuatku tidak dapat lagi menangis. Sebanyak itu pula, aku melihat kematian di hadapanku, hingga tibalah waktunya engkau keluar ke dunia, dan engkau lahir. Bercampur air mata kebahagiaanku dengan air mata tangismu.
Ketika engkau lahir, menetes air mata bahagiaku. Dengan itu, sirna semua keletihan dan kesedihan, hilang semua sakit dan penderitaan, bahkan kasihku kepadamu semakin bertambah, dengan bertambah kuatnya sakit.
Aku raih dirimu, sebelum ku raih minuman. Aku peluk cium dirimu, sebelum meneguk satu tetes air yang ada di kerongkongan.

Wahai anakku …

Telah berlalu setahun dari usiamu. Aku membawamu dengan hatiku, memandikanmu dengan kedua tangan kasih sayangku. Sari pati hidupku, kuberikan kepadamu. Aku tidak tidur, demi tidurmu, berletih demi kebahagiaanmu. Harapanku pada setiap harinya, agar aku selalu melihat senyumanmu. Kebahagiaanku setiap saat, adalah setiap permintaanmu agar aku berbuat sesuatu untukmu. Itulah kebahagiaanku.
Lalu berlalulah waktu, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, selama itu pula, aku setia menjadi pelayanmu yang tidak pernah lalai… menjadi dayangmu yang tidak pernah berhenti… menjadi pekerjamu yang tidak pernah lelah… dan mendoakan selalu kebaikan dan taufiq untukmu.
Aku selau memperhatikan dirimu, hari demi hari, hingga engkau menjadi dewasa. Badanmu yang tegap, ototmu yang kekar, kumis dan jambang tipis telah menghiasi wajahmu, telah menambah ketampananmu,

Wahai anakku…

Tatkala itu, aku mulai melirik ke kiri dan ke kanan, demi mencari pasangan hidupmu, semakin dekat hari perkawinanmu anakku, semakin dekat pula hari kepergianmu.
Tatkala itu, hatiku serasa teriris-iris, air mataku mengalir, entah apa rasanya hati ini. Bahagia telah bercampur dengan duka. Tangis telah bercampur pula dengan tawa.
Bahagia karena engkau mendapatkan pasangan… karena engkau telah mendapatkan jodoh… karena engkau telah mendapatkan pendamping hidup… Sedangkan sedih karena engkau adalah pelipur hatiku, yang akan berpisah sebentar lagi dari diriku.
Waktu pun berlalu, seakan-akan aku menyeretnya dengan berat, kiranya setelah perkawinan itu, aku tidak lagi mengenal dirimu.
Senyummu yang selama ini menjadi pelipur duka dan kesedihanku, sekarang telah sirna bagaikan matahari yang ditutupi oleh kegelapan malam. Tawamu yang selama ini kujadikan buluh perindu, sekarang telah tenggelam, seperti batu yang dijatuhkan ke dalam kolam yang hening, dengan dedaunan yang berguguran, aku benar-benar tidak mengenalmu lagi, karena engkau telah melupakanku dan melupakan hakku.
Terasa lama hari-hari yang ku lewati, hanya untuk melihat rupamu. Detik demi detik ku hitung demi mendengar suaramu. Akan tetapi penantianku seakan sangat panjang. Aku selalu berdiri di pintu hanya untuk menanti kedatanganmu. Setiap kali berderit pintu, aku menyangka bahwa engkaulah orang yang datang itu. Setiap kali telepon berdering, aku merasa bahwa engkau yang akan menelponku. Setiap suara kendaraan yang lewat, aku merasa bahwa engkaulah yang datang.
Akan tetapi semua itu tidak ada, penantianku sia-sia, dan harapanku hancur berkeping. Yang ada hanya keputus-asaan… Yang tersisa hanya kesedihan dari semua keletihan yang selama ini ku rasakan, sambil menangisi diri dan nasib yang memang ditakdirkan oleh-Nya.

Anakku… 
Ibumu tidaklah meminta banyak, ia tidaklah menagih padamu yang bukan-bukan.
Yang ibu pinta kepadamu:
Jadikan ibumu sebagai sahabat dalam kehidupanmu.
Jadikanlah ibumu yang malang ini sebagai pembantu di rumahmu, agar bisa juga aku menatap wajahmu, agar ibu teringat pula dengan hari-hari bahagia masa kecilmu.
Dan ibu memohon kepadamu nak, janganlah engkau pasang jerat permusuhan dengan ibumu.
Jangan engkau buang wajahmu, ketika ibumu hendak memandang wajahmu.
Yang ibu tagih kepadamu:
Jadikanlah rumah ibumu, salah satu tempat persinggahanmu, agar engkau dapat sekali-kali singgah ke sana, sekalipun hanya sedetik.
Jangan jadikan ia sebagai tempat sampah yang tidak pernah engkau kunjungi. Atau sekiranya terpaksa engkau datang sambil engkau tutup hidungmu dan engkaupun berlalu pergi.

Anakku… 
Telah bungkuk pula punggungku… bergemetar tanganku… karena badanku telah dimakan oleh usia, dan telah digerogoti oleh penyakit… Berdirinya seharusnya telah dipapah… duduk pun seharusnya dibopong…
Akan tetapi, yang tidak pernah sirna -wahai anakku- adalah cintaku kepadamu… masih seperti dulu… masih seperti lautan yang tidak pernah kering… masih seperti angin yang tidak pernah berhenti…
Sekiranya engkau dimuliakan satu hari saja oleh seseorang, niscaya engkau akan balas kebaikan dengan kebaikan, sedangkan ibumu, mana balas budimu, mana balasan baikmu?! bukankah air susu seharusnya dibalas dengan air serupa?! bukan sebaliknya air susu dibalas dengan air tuba?! Dan bukankah Alloh ta’ala, telah berfirman:

هل جزاء الإحسان إلا الإحسان
Bukankah balasan kebaikan, melainkan kebaikan yang serupa?!

Sampai begitukah keras hatimu, dan sudah begitu jauhkah dirimu setelah berlalunya hari dan berselangnya waktu.
Wahai anakku…
Setiap kali aku mendengar bahwa engkau bahagia dengan hidupmu, setiap itu pula bertambah kebahagiaanku. Bagaimana tidak?! Karena engkau adalah buah dari kedua tanganku… Engkau adalah hasil dari keletihanku… Engkaulah laba dari semua usahaku…
Dosa apakah yang telah ku perbuat, sehingga engkau jadikan diriku musuh bebuyutanmu?!
Pernahkah suatu hari aku salah dalam bergaul denganmu?!
Atau pernahkah aku berbuat lalai dalam melayanimu?!
Tidak dapatkah engkau menjadikanku pembantu yang terhina dari sekian banyak pembantu-pembantumu yang mereka semua telah engkau beri upah?!
Tidak dapatkah engkau berikan sedikit perlindungan kepadaku di bawah naungan kebesaranmu?!
Dapatkah engkau sekarang menganugerahkan sedikit kasih sayang demi mengobati derita orang tua yang malang ini?!

إن الله يحب المحسنين
Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang berbuat baik.

Wahai anakku… 
Aku hanya ingin melihat wajahmu, dan aku tidak menginginkan yang lain.
Wahai anakku…
Hatiku terasa teriris, air mataku mengalir, sedangkan engkau sehat wal afiat. Orang-orang sering mengatakan, bahwa engkau adalah laki-laki yang supel, dermawan dan berbudi.
Wahai anakku…
Apakah hatimu tidak tersentuh, terhadap seorang wanita tua yang lemah, binasa dimakan oleh rindu berselimutkan kesedihan, dan berpakaian kedukaan?!
Mengapa? Tahukah engkau itu?! Karena engkau telah berhasil mengalirkan air matanya… Karena engkau telah membalasnya dengan luka di hatinya… Karena engkau telah pandai menikam dirinya dengan belati durhakamu tepat menghujam jantungnya… Karena engkau telah berhasil pula memutuskan tali silaturrahim.
Wahai anakku…
Ibumu inilah sebenarnya pintu surga, maka titilah jembatan itu menujunya… Lewatilah jalannya dengan senyuman yang manis, kemaafan, dan balas budi yang baik… Semoga aku bertemu denganmu di sana, dengan kasih sayang Alloh ta’ala sebagaimana di dalam hadits:

الوالد أوسط أبواب الجنة فإن شئت فأضع ذلك الباب أو احفظه
Orang tua adalah pintu surga yang paling tinggi. Sekiranya engkau mau, sia-siakanlah pintu itu, atau jagalah! (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, dishohihkan oleh Albani)

Anakku… 
Aku mengenalmu sejak dahulu… semenjak engkau telah beranjak dewasa… aku tahu engkau sangat tamak dengan pahala… engkau selalu cerita tentang keuatamaan berjamaah… engkau selalu bercerita terhadapku tentang keutamaan shof pertama dalam sholat berjamaah… engkau selalu mengatakan tentang keutamaan infak, dan bersedekah…
Akan tetapi satu hadits yang telah engkau lupakan… satu keutamaan besar yang telah engkau lalaikan… yaitu bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam- telah bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Abdulloh bin Mas’ud, ia mengatakan:

سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم، قلت: يا رسول الله أي العمل أفضل؟ قال: الصلاة على ميقاتها. قلت: ثم أيُّ؟ قال: ثم بر الوالدين. قلت: ثم أيُّ؟ قال: الجهاد في سبيل الله. فسكت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ولو استزدته لزادني. (متفق عليه)
Aku bertanya kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-: Wahai Rosululloh, amal apa yang paling mulia? Beliau menjawab: sholat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Kemudian jihad di jalan Alloh. Lalu aku pun diam (tidak bertanya) kepada Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- lagi, dan sekiranya aku bertanya lagi, niscaya beliau akan menjawabnya.
Itulah hadits Abdulloh bin Mas’ud…

Wahai anakku…
Inilah aku, ibumu… pahalamu… tanpa engkau harus memerdekakan budak atau banyak-banyak berinfak dan bersedekah… aku inilah pahalamu…
Pernahkah engkau mendengar, seorang suami yang meninggalkan keluarga dan anak-anaknya, berangkat jauh ke negeri seberang, ke negeri entah berantah untuk mencari tambang emas, guna menghidupi keluarganya?! Dia salami satu persatu, dia ciumi isterinya, dia sayangi anaknya, dia mengatakan: Ayah kalian, wahai anak-anakku, akan berangkat ke negeri yang ayah sendiri tidak tahu, ayah akan mencari emas… Rumah kita yang reot ini, jagalah… Ibu kalian yang tua renta ini, jagalah…
Berangkatlah suami tersebut, suami yang berharap pergi jauh, untuk mendapatkan emas, guna membesarkan anak-anaknya, untuk membangun istana mengganti rumah reotnya.
Akan tetapi apa yang terjadi, setelah tiga puluh tahun dalam perantauan, yang ia bawa hanya tangan hampa dan kegagalan. Dia gagal dalam usahanya. Pulanglah ia kembali ke kampungnya. Dan sampailah ia ke tempat dusun yang selama ini ia tinggal.
Apa lagi yang terjadi di tempat itu, setibanya di lokasi rumahnya, matanya terbelalak. Ia melihat, tidak lagi gubuk reot yang ditempati oleh anak-anak dan keluarganya. Akan tetapi dia melihat, sebuah perusahaan besar, tambang emas yang besar. Jadi ia mencari emas jauh di negeri orang, kiranya orang mencari emas dekat di tempat ia tinggal.
Itulah perumpaanmu dengan kebaikan, wahai anakku…
Engkau berletih mencari pahala… engkau telah beramal banyak… tapi engkau telah lupa bahwa di dekatmu ada pahala yang maha besar… di sampingmu ada orang yang dapat menghalangi atau mempercepat amalmu masuk surga…
Ibumu adalah orang yang dapat menghalangimu untuk masuk surga, atau mempercepat amalmu masuk surga… Bukankah ridloku adalah keridloan Alloh?! Dan bukankan murkaku adalah kemurkaan Alloh?!

Anakku…
Aku takut, engkaulah yang dimaksud oleh Nabi Muhammad -shollallohu alaihi wasallam- di dalam haditsnya:

رغم أنفه ثم رغم أنفه ثم رغم أنفه قيل من يا رسول الله قال من أدرك والديه عند الكبر أحدهما أو كليهما ثم لم يدخل الجنة (رواه مسلم)
Celakalah seseorang, celakalah seseorang, dan celakalah seseorang! Ada yang bertanya: Siapakah dia wahai Rosululloh? Beliau menjawab: Dialah orang yang mendapati orang tuanya saat tua, salah satu darinya atau keduanya, akan tetapi tidak membuat dia masuk surga. (HR. Muslim 2551)

Celakalah seorang anak, jika ia mendapatkan kedua orang tuanya, hidup bersamanya, berteman dengannya, melihat wajahnya, akan tetapi tidak memasukkan dia ke surga.

Anakku…
Aku tidak akan angkat keluhan ini ke langit, aku tidak akan adukan duka ini kepada Alloh, karena jika seandainya keluhan ini telah membumbung menembus awan, melewati pintu-pintu langit, maka akan menimpamu kebinasaan dan kesengsaraan, yang tidak ada obatnya dan tidak ada tabib yang dapat menyembuhkannya…
Aku tidak akan melakukannya wahai anakku… tidak… bagaimana aku akan melakukannya, sedangkan engkau adalah jantung hatiku… bagaimana ibu ini kuat menengadahkan tangannya ke langit, sedangkan engkau adalah pelipur lara hatiku… bagaimana ibu tega melihatmu merana terkena doa mustajab, padahal engkau bagiku adalah kebahagiaan hidupku…

Bangunlah nak… bangunlah… bangkitlah nak… bangkitlah… uban-uban sudah mulai merambat di kepalamu. Akan berlalu masa, sehingga engkau akan menjadi tua pula.
الجزاء من جنس العمل
Sebagaimana engkau akan berbuat, seperti itu pula orang akan berbuat kepadamu.
الجزاء من جنس العمل
Ganjaran itu sesuai dengan amal yang engkau telah tanamkan. Engkau akan memetik sesuai dengan apa yang engkau tanam.
Aku tidak ingin engkau menulis surat ini… aku tidak ingin engkau menulis surat yang sama, dengan air matamu kepada anak-anakmu, sebagaimana aku telah menulisnya kepadamu.

Wahai anakmu… 
Bertakwalah kepada Allah… takutlah engkau kepada Allah… berbaktilah kepada ibumu… peganglah kakinya, sesungguhnya surga berada di kakinya… basuhlah air matanya, balurlah kesedihannya… kencangkan tulang ringkihnya… dan kokohkan badannya yang telah lapuk…
Anakku…
Setelah engkau membaca surat ini, terserah padamu. Apakah engkau sadar dan engkau akan kembali, atau engkau akan merobeknya.
Wa shollallohu ala nabiyyina muhammadin wa ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Dari Ibumu yang merana.

(Disadur dari kajian Ustadz Armen -rohimahulloh- oleh ustadz Abu Abdillah Ad-Daariny, Lc)
Artikel www.muslim.or.id

Friday, 5 February 2016

Jodoh dalam Islam

Persaudaraan dalam Islam dianggap suatu urgensitas kekuatan. Apalagi di saat kondisi musuh mengepung dari segala penjuru, seperti yang terjadi di zaman Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– tatkala kaum kuffar bersepakat untuk memburu kaum muslimin. Siksa demi siksa terus diarahkan kepada siapa pun yang memeluk Islam. Karenanya, Allah Ta’ala memerintahkan supaya kaum muslimin bersatu. Baik bersatu dalam pendapat maupun tempat. Akhirnya hijrah pun disyariatkan. Mereka yang masih tinggal di Makkah diperintahkan supaya berhijrah ke Madinah untuk berkumpul bersama saudara-saudara seiman mereka di sana demi tercapainya tujuan yang mulia.

Sesungguhnya ajaran Islam merupakan ajaran yang penuh kasih sayang. Tidak ada ajaran manapun yang melebihi kasih sayang dalam ajaran Islam. Bagaimana tidak? Sementara dalam Islam diajarkan bahwa semua pemeluk agama Islam itu bersaudara. Satu sama lain memiliki hubungan ukhuwah. Mereka dipersatukan oleh kalimat tauhid yang kokoh. Selain itu, sesama umat Islam dianggap sama di hadapan Allah Ta’ala. Karenanya Islam tidak mengenal istilah kasta. Mereka yang duduk di atas kursi kepemimpinan dengan mereka yang berada di bawah terik matahari bercocok tanam sama di sisi Allah. Mereka yang memiliki istana mewah sama kedudukannya dengan mereka yang hanya bertinggal di bawah kolong jembatan. Semuanya sama. Tak ada bedanya.

Bahkan Allah sampai mengancam orang yang enggan melakukan hijrah dari negeri kufur ke negeri Islam bukan karena alas an syar’i. hal ini tercermin dalam firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ قَالُوا فِيمَ كُنتُمْ ۖ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ ۚ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيهَا ۚ فَأُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا إِلَّا الْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لَا يَسْتَطِيعُونَ حِيلَةً وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا فَأُولَٰئِكَ عَسَى اللَّهُ أَن يَعْفُوَ عَنْهُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَفُوًّا غَفُورًا

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah), mereka itu, mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan adalah Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun” (QS: An-Nisa: 97-99).

Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

المسلم أخو المسلم لا يظلمه ولا يخذله ولا يحقره بحسب امرىء من الشر أن يحقر أخاه المسلم

“Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim lainnya. Ia tidak boleh menganiayanya, menelantarkannya, dan meremehkannya. Orang yang merendahkan saudaranya semislam itu sudahlah dianggap sebagai orang yang buruk perangainya” (HR Muslim).

Dalam hadits lain, beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam– juga bersabda,

لا يؤمن أحدكم حتى يحبَّ لأخيه ما يحب لنفسه

“Iman salah seorang kalian tidaklah sempurna sampai ia mencintai pada apa yang ada pada saudaranya persis seperti ia mencintai sesuatu yang ada pada dirinya sendiri”

Dalam Shahih Al-Bukhari, ketika Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– hendak meminang ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha– dari bapaknya, Abu Bakar –radhiyallahu ‘anhu-, Abu Bakar –antara lain- mengatakan pada Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Aku ini hanyalah saudaramu”. “Engkau adalah saudaraku menurut agama Allah dan kitab-Nya, sedangkan ‘Aisyah halal untuk diriku”.

Pada kesempatan lain, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– menyatakan:

مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالسهر والحمى

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, berbelas kasih sesame mereka itu bagaikan satu jasad yang apabila ada anggota badan itu ditimpa sakit, maka seluruh anggota badan lain akan merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam”.

Oleh karena hal tersebut, sehingga tidaklah heran manakala Allah Ta’ala mensyariatkan orang-orang Islam yang masih hidup untuk mendoakan suadara-saudara merek ayang sudah meninggal.

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa, ‘Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS: Al-Hasyr: 10).

Di samping itu, terkadang keakraban seorang muslim dengan saudaranya itu akan lebih erat ketika masing-masing merasa diperhatikan oleh saudaranya itu. dengan demikian orang akan merasa kuat dan tegar dalam segala keadaan karena Allah telah mengiriminya saudara yang siap membantunya kapan pun. Dengan itulah orang-orang mukmin terlihat kokoh dan perkasa di hadapan orang-orang kafir sehingga mereka disegani dan dipandang.

Dari situ maka termasuk hal yang sunnah dalam persaudaraan seiman ialah menyampaikan perasaan cinta itu kepada orang yang dicintainya.

Mengenai hikmah dibalik itu, Al-Munawi mengatakan, “Hal tersebut akan melanggengkan keakraban dan mengokohkan rasa cinta. Dengannya kecintaan akan bertambah dan berlipat, menyatukan suara serta pendapat di antara sesame orang Islam, dan menggugurkan kerusakan serta dendam kesumat. Ini merupakan bagian dari keindahan syariat Islam” (Faidhul Qadir I/357).

Sebelumnya beliau menjelaskan bahwa apabila ia memberinya tahu tentang perasaan cintanya itu, maka hatinya kan lebih condong dan akan diperolehlah rasa kasih sayang. Karena apabila ia mengetahui bahwa ia mencintainya sebelum ia memberinya nasehat tentang kekeliruannya supaya dapat ditinggalkannya, ia tak akan menolak. Sehingga keberkahan dapat diperoleh di situ.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ujarnya, “Ada seseorang yang bersanding dengan Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Lantas lewatlah seseorang. Orang yang di saniding Nabi tadi pun berkata, “Sejatinya aku mencintai orang ini”.

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– pun bertanya, ‘Sudahkah engkau beri tahu dia?’

Ia menjawab, ‘Belum’.

Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda, ‘Kalau begitu berilah dia tahu’”.

Anas menceritakan, “Maka orang tadi pun mengejarnya seraya berkata, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.”

Ia menimpali, ‘Semoga Dzat yang telah membuatmu mencintaiku, mencintaimu’” (HR Abu Dawud).

Dalam Musnad Imam Ahmad, dari Abu Dzar –radhiyallahu ‘anhu-, bahwasanya ia mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

إِذَا أَحَبَّ أَحَدَكُمْ صَاحِبَهُ ، فَلْيَأْتِهِ فِي مَنْزِلِهِ ، فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ لِلهِ

“Apabila salah seorang kalian mencintau rekannya, seyogyanya ia mendatanginya di rumahnya dan memberinya tahu bahwa ia mencintainya karena Allah”.

Imam Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad meriwayatkan dari Mujahid, katanya, “Salah seorang shahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– pernah menjumpaiku. Ia meraih pundakku dari belakang seraya bertutur, “Sesungguhnya aku mencintaimu”. Ia berkata, ‘Semoga engkau dicintai Dzat yang telah membuatmu mencintaiku’. Ia berkata pula, ‘Kalaulah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– pernah bersabda,

إذا أحب الرجل الرجل فليخبره أنه يحبه

“Apabila seseorang mencintai orang lain, hendaknya ia memberinya tahu bahwa ia mencintainya, tentulah aku tidak akan memberimu tahu”.

Mujahid berkata, “Beliau pun mulai menawariku untuk melamar seseorang. Katanya, ‘Sesungguhnya ada di tengah-tengah kami budak wanita. Namun ketahulah bahwa dia itu bermata sebelah’”.

Dikisahkan dari Abu Muslim Al-Khaulani –rahimahullah-, kisahnya, “Pernah aku memasuki sebuah masjid di kota Homs. Di dalamnya kujumpai ada sekitar 30 orang yang sudah tua dari kalangan shahabat Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Di tengah mereka terdapat anak muda yang kedua matanya hitam, gigi depannya putih berdiam. Apabila orang-orang bingung terhadap suatu masalah, mereka menghadapnya untuk memecahkan masalah itu.

Aku pun bertanya pada orang yang duduk di sisiku, ‘Siapakah gerangan?’. Jawabnya, ‘Beliau itu Mu’adz bin Jabal’.

Tiba-tiba terpatrilah rasa cintaku padanya dalam hatiku. Aku masih saja berada di tengah mereka sampai bubar. Aku pun lantas bergegas ke masjid. Ternyata Mu’adz bin Jabal tengah mengerjakan shalat menghadap suatu tiang masjid. Beliau terdiam tidak mengajakku berbicara. Aku pun demikian tak mengajakknya berbincang. Aku kerjakan shalat lantas aku duduk duduk dengan beralaskan kainku. Beliau masih duduk terdiam tidak mengajakku berbicara. Aku juga berdiam diri tidak mengajaknya berdialog. Kemudian kukatakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu.’ Beliau menimpali, ‘Kamu mencintaiku karena siapa?’ Kataku, ‘Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala.’ Beliau pun mengambil kainku dan menarikku kepadanya sebentar. Beliau berkata, ‘Kalau kamu jujur, maka selamat! Sebab aku telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,

المتحابون في جلالي لهم منابر من نور ، يغبطهم النبيون و الشهداء

“Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya yang membuat para nabi dan orang yang mati syahid iri pada mereka”.

Abu Muslim mengisahkan, “Aku keluar dan berjumpa dengan ‘Ubadah bin Ash-Shamid –radhiyallahu ‘anhu-. Kataku, ‘Wahai Abul Walid (sapaan ‘Ubadah), maukah aku ceritakan padanmu tentang apa yang telah diceritakan Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu– terkait orang-orang yang saling mencintai?’

Jawabnya, ‘Aku akan menceritakan padamu dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– yang diriwayatkannya dari Rabb Ta’ala’. Dia berfirman,

حقت محبتي للمتحابين في ، و حقت محبتي للمتباذين في ، و حقت محبتي للمتواصلين في

“Orang yang saling mencintai karena diri-Kuberhak memperoleh cinta-Ku, orang yang saling memberi bantuan berhak mendapatkan cinta-Ku, dan orang-orang yang saling menyambung (kekerabatan) berhak Kucintai” (HR At-Tirmidzi).

Sekarang timbul pertanyaan, bolehkan menyampaikan ungkapan semacam ini pada wanita bukan mahram?

Al-‘Allamah ‘Abdurrauf Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir syarh Al-Jami’ Ash-Shaghir (I/247) ketika menjelaskan hadits:

إذا أحب أحدكم عبدا قليخبره فإنه يجد مثل الذي يجد له

“Apabila salah seorang kalian mencintai seseorang, hendaklah ia memberinya tahu. Sebab, sesungguhnya ia merasa seperti apa yang dirasakannya”.

Katanya, “Maksudnya ialah seseorang dari kalangan orang-orang muslim, kerabat maupun lainnya, laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi ini ditaqyidkan dalam pada itu jika wanita tersebut ialah isteri atau mahramnya”.

Dalam As-Siraj Al-Munir (I/79), ‘Ali bin Ahmad Al-‘Azizi menulis, “Yang dimaksud dengan saudara di sini ialah seseorang, laki maupun perempuan. Penempatannya, jika laki-laki mengucapkan pada laki-laki, dan apabila perempuan mengucapkan pada perempuan. Atau laki-laki mengucapkan pada wanita mahramnya atau isterinya jika itu wanita bukan mahram”.

Adapun hikmah dibalik larangan mengungkapkan rasa cinta pada wanita yang bukan mahram ialah agar tidak terbelenggu dalam fitnah. Apalagi jika yang mengucapkan adalah pria muda kepada wanita remaja. Karena pada prinsipnya, cinta pada wanita itu hanya terjadi pada isteri dan mahram. Sementara kepada wanita asing yang bukan mahram, pintu komunikasi harus benar-benar ditutup, tidak boleh dibiarkan terbuka menganga.

Penulis: Firman Hidayat bin Marwadi
Artikel Muslim.or.id

Friday, 27 November 2015

10 ciri yang perlu ada pada diri seorang mukmin yang hebat

Artikel ini merupakan salah satu artikel yang pernah saya simpan 3 tahun yang lalu, sumber artikel ini karena sudah lama saya lupa, namun merupakan artikel yang bagus, baik untuk disebarkan. Saya mohon maaf jika tidak menampilkan sumber yang valid akan artikel yang bersangkutan.

10 ciri yang perlu ada pada diri seorang mukmin yang hebat.


 1. Salimul Aqidah


Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan- ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana firman-Nya yang artinya: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua bagi Allah Tuhan semesta alam’ (QS 6:162). Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam da’wahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan pembinaan aqidah, iman atau tauhid.



2. Shahihul Ibadah



Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: ‘shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.’ Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.



3. Matinul Khuluq



Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku yang harus dimiliki oleh setkal muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al- Qur’an, Allah berfirman yang artinya: ‘Dan sesungguhnya kamu benar- benar memiliki akhlak yang agung’ (QS 68:4).



4. Qowiyyul Jismi



Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk- bentuk perjuangan lainnya. Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi, dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya: ‘Mu’min yang kuat lebih aku cintai daripada mu’min yang lemah’ (HR. Muslim).



5. Mutsaqqoful Fikri



Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Qur’an banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia antuk berpikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi. Katakanlah: ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.’ Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS 2:219). Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu perbuatan tanpa mendapatka pertimbangan pemikiran secara matang terlebih dahulu. Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah:samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).



6. Mujahadatun Linafsihi



Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatun linafsihi) merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setkal diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beragmana seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran islam) (HR. Hakim).



7. Harishun ‘ala Waqtihi



Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya. Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, Yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan:



‘Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu.’ Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik, sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.



8. Munazhzhamun fi Syu’unihi



Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al-Qur’an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya. Dengan kata lain, suatu udusán dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam menunaikan tugas-tugasnya.



9. Qodirun ‘alal Kasbi



Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal kasbi) merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena itu pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Qur’an maupun hadits dan hal itu memilik keutamaan yang sangat tinggi. Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.



10. Naafi’un Lighoirihi



Bermanfaat bagi orang lain (nafi’un lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar. Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya tirák mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir). Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits, sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.